Tak Lagi Sama, Banyak Wisatawan Eropa Tinggalkan Pattaya

Banyak Wisatawan Eropa Tinggalkan Pattaya – Dulu, Pattaya dikenal sebagai surga dunia malam yang menggoda, penuh dengan kehidupan dan lampu neon yang tak pernah padam. Kota pesisir di Thailand ini pernah jadi destinasi wajib bagi turis Eropa yang mencari kombinasi sempurna antara pantai, pesta, dan pelarian dari rutinitas. Namun kini, suasananya tak lagi sama. Perlahan tapi pasti, wisatawan dari Eropa mulai berpaling. Deretan bar yang dulu penuh sesak kini tampak kosong, dengan kursi-kursi yang berdebu dan musik yang tak lagi menggema sekuat dulu.

Bukan hanya karena pandemi yang sempat memukul sektor pariwisata global. Ada perubahan yang lebih dalam bonus new member. Pattaya kini berusaha mengubah citranya, dari kota hiburan malam menjadi kota wisata keluarga. Namun, transformasi ini ternyata membuatnya kehilangan identitas yang dulu justru menjadi daya tarik utama.

Regulasi Ketat, Pesona Menyusut

Pemerintah Thailand kini lebih agresif dalam menertibkan kawasan hiburan malam. Bar di tutup lebih awal, pengawasan terhadap alkohol dan pesta semakin ketat, dan banyak klub malam legendaris yang akhirnya gulung tikar. Yang tersisa hanyalah bayang-bayang kejayaan masa lalu.

Wisatawan Eropa, yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung pariwisata Pattaya, tidak datang untuk ketenangan. Mereka datang untuk kebebasan, untuk menikmati malam yang liar dan tak terlupakan. Ketika semua itu mulai di batasi, mereka pun memilih mencari alternatif. Vietnam, Kamboja, hingga Filipina mulai menjadi magnet baru. Negara-negara itu menawarkan pengalaman serupa dengan nuansa yang masih mentah, liar, dan belum terlalu ‘dibersihkan’.

Harga Tak Lagi Bersahabat

Bukan hanya soal atmosfer yang berubah. Pattaya kini juga di anggap terlalu mahal. Harga makanan naik, tarif hotel membubung, dan bahkan para pelaku industri hiburan malam pun menaikkan tarif mereka. Wisatawan Eropa yang terbiasa dengan nilai tukar yang menguntungkan kini merasa tak lagi mendapatkan “value for money”. Mereka mulai merasa di eksploitasi, bukan di layani.

Pattaya Harus Memilih: Tradisi atau Transformasi?

Inilah dilema besar bagi Pattaya: tetap bertahan dengan citra lamanya atau terus maju sebagai kota wisata ‘ramah keluarga’ yang lebih steril. Namun, dalam proses transformasi ini, kota ini justru terjebak di antara dua identitas. Tidak cukup bersih untuk wisata keluarga, tapi juga tidak cukup liar untuk tetap menarik bagi pencari sensasi.

Apakah Pattaya bisa menemukan kembali jati dirinya? Atau justru akan di tinggalkan pelan-pelan, menjadi kota mati yang hanya tinggal kenangan para backpacker 20 tahun lalu? Waktu akan menjawab. Tapi satu hal yang pasti: Pattaya yang dulu, kini tak lagi sama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *